BETOGOU berarti “memberi petuah”. Sastra lisan ini hadir khusus untuk memberikan petuah bagi masyarakat Kayu Agung. Dengan bermodium bahasa Kayu Ayung dan bahasa Ogan, betogou memberikan tersendiri bagi masyarakat pendukungnya.
Dimasa lalu betogou hadir dengan cara bertembang atau dilagukan untuk menyuguhkan kisah kisah yang tidak saja memberikan hiburan bagi pendengarnya, tetapi lebih dari itu, ia hadir dan mengalir bersama kultur masyarakat pendukungnya untuk memberikan makna bagi masyarakat pendukungnya.
Tatkala cerita lisan tersebut dituturkan maka cerita lisan tersebut dinikmati pendengarnya, gagasan dan pesan yang hadir melalui penuturan mengandung manfaat. Paling tidask, pendengar dapat mengetahui gagasan atau jalinan cerita yang diturkan. Saat mendengar cerita lisan tersebut, pendengar dapat mengambil hikmah atau pelajaran dan tersentuh hati nuraninya, karena peristiwa yang digambarkan dalam cerita lisan yang dituturkan oleh penutur.
Betogou kini dituturkan seperti kita bercerita sehari-hari tampa berlagu atau bertembang namun charisma petuah dalam betogou tidaklah pudar.
Kebanyakan pendengar, pada saat selesai proses penuturan, ia tidak hanya merasa puas dan terhibur tetapi dapat pula mencoba mengambil manfaat dan menjadikan cerita tersebut sebagai teladan untuk melakukan keberpihakkan pada kebenaran, kebaikan, dan kejujuran serta menjauhi keserakahan, penindasan, bahkan kejahatan.
Cerita lisan yang popular dikalangan masyarakat Kayu Agung, antara lain Putri Berambut Putih asal Dusun Kayu Agung, Pahit Lidah, Batu Belah, Bati Jimat, Ratu Agung, lubuk Pengabai, dan Raden Keling. Cerita lisan ini tidak hanya berfungsi sebagai penghibur, tetapi juga sebagai alat pendidikan dan komunikasi kultur masyarakat pendukungnya. Manfaat betogou lebih bersifat psikis dan intelek yang berkaitan dengan pengayaan etika, moral, intelektual, dan hal lainnya yang abstrak namun dapat dirasakan serta menyentuh emosi dan pikiran manusia atau pun tempat masyarakat tempat betogou lahir, hidup sekaligus dihidupi dan menghidupi masyarakatnya. Betogou hadir bukan hanya untuk membangun semata mata dunia imajinatif. Lebih dari itu pendengar mempunyai “PR besar”. Pendengar diajak berpikir dan bercermin sembari mengadakan evaluasi atau intropeksi diri untuk memerangi segala sesuatu yang tidak baik bagi umat manusia, antara lain menjauhkan diri dari kejahatan, menegakkan kebenaran, dan menjunjung kemanusiaan. Seolah olah betogou hadir untuk mengajak masyarakat pendukungnya untuk meningkatkan kebajikan, meningkatkan moralitasnya, memperhalus etika, agar masyarakat lebih beradab.
Melalui gagasan dalam penuturan, betogou memberi kontribusi dalam kehidupan bermasyarakat tempat betogou lahir dan hadir. Tidak sembarang orang yang dapat menututurkan betogou melainkan ketua adat atau tokoh masyarakat. Biasanya kalau keluarga nenek atau kakek. Betogou hadir untuk memberikan nasehat atau petuah kepada anak anak atau cucunya dalam mengarungi hidup dan kehidupan ini. Melalui cerita lisan yang tengah popular ditengah masyarakat Kayu Agung akan ditemui nilai nilai yang sarat manfaat yang dapat dijadikan bekal oleh anak cucu dalam mengarungi kehidupan yang fana ini. Petuah itu tidak lain adalah mengajak anak cucu dan keluarga besar untuk menjalani kehidupan yang berpijak pada jalan kebenaran.
Penutur betogou biasanya sudah sangat fasih dalam menuturkan cerita cerita lisan yang akan dituturkan. Biasanya pada malam hari pada saaat bulan purnama dibalai balai rumah ataupun di dalam rumah tetua adat atau tokoh masyarakat akan memulai kisahnya. Kisah atau jalinan cerita tersebut akan dilantunkan sebagai pengisi waktu luang atau saat sengang di malam hari. Biasanya setelah shalat Isya’. Melalui betogou jalinan komunikasi antar penutur dan pendengar terjadi lewat “persentuhan” dengan cerita yang dilantunkan, maka tingkat pemahaman pendengar untuk menyerap pemahaman terhadap isi cerita atau kisah tersebut akan sangat bergantung pada pengalaman dan wawasan pendengar, semakin luas wawasan pendengar maka akan semakin luas pula pemahaman yang akan didapatnya. Sebagai fakta social betogou lahir tidak terlepas dari masyarakat kultur Kayu Agung. Cerita cerita yang dilantunkan dalam betogou merupakan gambaran kondisi sosiokultural masyarakatnya yang menjadi “cermin masyarakat”.
Cerita yang dituturkan menjadi recretio, sesuatu yang mempunyai makna bagi kehidupan manusia. Penutur betogou secara spontanitas dapat menuturkan cerita yang popular ditengah masyarakat Kayu Agung. Sebuah cerita lisan yang telah dituturkan akan bermakna jika makna yang terdapat dalam cerita tersebut dapat hidup dalam diri pendengarnya.
Penutur betogou merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam masyarakatnya. Ia lahir dan besar dalam lingkungan masyarakat tertentu. Tidaklah berlebihan jika penutur betogou memiliki pertalian yang erat dengan norma, kaidah, hukum, dan undang undang tertentu yang melekat pada dirinya. Kisah atau cerita yang terdapat dalam masyarakat Kayu Agung dapat pula diungkapkan melalui symbol symbol yang tersirat maupun terselubung yang tentu universal. Seiring berjalannya waktu, sayangnya tidak banyak pula orang yang dapat betogou.
Monday, October 13, 2008
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
menarik dan bermanfaat nih infonya
ReplyDeletesenang sekali bisa mampir ke blog anda
terimakasih banyak gan