Tuesday, January 22, 2008

Mewarnai Ketek Sembari Menari


CUKUP unik acara Pesirah Warnoi Sungai Kito yang digelar Bank Sumsel di Dermaga Benteng Kuto Besak (BKB) kemarin. Lima pelukis Dewan Kesenian Palembang (DKP) mewarnai perahu ketek diiringi ensamble gerak, musik, serta pantun dan puisi 20 anak-anak teater Gaung dan Orkes Rejung Pesirah. Jika terus dilaksanakan secara periodik, acara serupa itu bisa jadi menarik perhatian wisatawan lokal dan mancanegara.
Kolaborasi seni teater, musik, dan melukis yang disuguhkan tidak hanya menghasilkan tiga perahu ketek bernaunsa dekoratif, abstrak, dan kontenporer saja. Lebih dari itu, penampilan mereka telah menjadi pertunjukan yang menarik. Puluhan warga yang ada di pelataran BKB dan di Sungai Musi beberapa kali memberi aplus meriah, terhibur oleh aksi seniman yang dibungkus dalam tajuk performa art itu.
Performa art ini melibatkan sekitar 40 seniman, diantaranya Komunitas Orkes Rejung Pesirah ( Ali Goik, iir Stones, Udin, Ludi, Veto, sawal, Indra dan Vebri Al Lintani ) , anak-anak teater Gaung, Kelompok Pelukis DKP, serta siswa seni rupa SMK 7 Palembang. Lima pelukis DKP; Hiban, Agus Fajar, Mat Cipit, Nasir, dan Azis --yang juga berada di bawah bendera Mir Senen Galeri-- menggerakkan kuas cat ke badan ketek diiringi gerak teater dan tarian. Sesekali tubuh dan rambut gondrong mereka ikut bergoyang mengikuti irama musik, yang terkadang memperdengarkan pantun. Aktivitas masyarakat Palembang di Sungai Musi pun menjadi background yang menarik.
Hasilnya, satu perahu ketek penuh warna tampak indah dipandang mata. Walikota Palembang dan Dirut Bank Sumsel dibuat berdecak kagum dan membubuhkan tanda tangan mereka. Hiban, salah seorang pelukis, mengatakan, butuh sekitar 10 Kg cat lima warna untuk menyelesaikan lukisan itu dalam waktu sekitar satu jam. “Ini menyenangkan sekali, kita ikut-ikutan menari. Kalau ada pemilik ketek yang mau diwarnai seperti ini, silahkan hubungi kami. Biayanya sekitar Rp 1,5 juta,” katanya.
Selain perahu ketek itu, dua perahu berukuran lebih kecil lainnya yang diwarnai oleh siswa seni rupa SMK 7 juga tampak menarik. Kalau saja seluruh perahu ketek yang berlayar seindah itu, tentu Sungai Musi akan lebih menarik dipenuhi warna warni. “Hari ini kita cat perahu, mungkin lain kali rumah di tepi sungai yang diperindah sehingga Sungai Musi penuh warna warni. Harapan kita, ini bisa menjadi daya tarik wisatawan,” kata Walikota Palembang, Eddy Santana Putra, menjelang pulang.
Sebanyak 20 perahu ketek yang beroperasi di sekitar BKB juga terlihat lebih rapi setelah dicat polos warna biru kemarin. Dirut Bank Sumsel, Asfan Fikri Sanaf mengatakan, kegiatan yang berkaitan erat dengan program Visit Musi 2008 itu diselenggarakan karena Bank Sumsel sebagai perusahaan asli daerah ingin berpartisipasi dalam bentuk karya nyata.
“Ini gratis. 20 perahu sudah selesai, tinggal 30 lagi. Kita ini pembuka, diharapkan perusahaan lain yang lebih besar dan lebih kuat dari kita ikut berpartisipasi. Kalau kita 50 perahu, mungkin perusahaan lain sampai 1.000 perahu,” katanya. ( Sripo 29 Des 2007 )

ORKES REJUNG PESIRAH


Kesenian tradisional di Sumatera Selatan memiliki keragaman bentuk. Selain sastra tutur atau sastra lisan ada juga musik Batanghari Sembilan yang dimainkan dengan gitar tunggal secara melodius. Kedua bentuk seni ini merupakan bentuk yang khas yang dapat menunjukkan identitas daerah Sumatera Selatan. Di setiap suku di Sumatera Selatan memiliki jenis musik batanghari sembilan yang berbeda dengan suku lainnya, meskipun tampak sama. Keunikan lainnya, adalah steman senar gitar yang berbeda –paling tidak menurut beberapa pendapat ada sekitar 28 steman dan jenis petikan. Jika selama ini banyak orang beranggapan Sumatera Selatan tidak ada kekhasan dalam kesenian, tentu sinyalemen ini tidak tepat. Persoalannya, seni daerah Sumatera Selatan ini belum banyak dieksplorasi secara serius dan percaya diri.

Jika dtitinjau dari sisi estetika, irama-irama yang terkandung dalam sastra tutur dan musik batanghari sembilan pun amat indah dan beragam. Dibanding dengan kekhasan irama-irama lagu dari daerah lain, misalnya, Sunda, Minang, Batak, Jawa dan lain-lain, kekhasan irama musik Sumsel tidaklah kalah. Yang penting dilakukan saat ini adalah bagaimana penyajian dan pengemasan musik-musik yang beridentitas daerah agar dapat diminati oleh semua lapisan masyarakat.

Upaya pengembangan musik lokal ini tentu tidaklah mudah seperti yang dibayangkan. Pengaruh masa teknologi yang menggeser nilai-nilai menjadi lebih instan merupakan penyebab menurunnya minat masyarakat terhadap musik lokal. Anak-anak muda lebih tertarik menikmati musik yang terlepas dari akar budaya daerah. Selain itu, banyaknya ragam dan uniknya irama dan steman gitar musik ini membuat peminat-peminat yang ingin mengembangkan musik ini harus lebih banyak belajar pada orang-orang yang memahami. Sayangnya lagi, para pemain musik yang tinggal di dusun-dusun ini sudah banyak berkurang dan mungkin juga sudah uzur.

Bertolak dari pemikiran di atas itulah, ORKES REJUNG PESIRAH dibentuk sebagai kelompok musik yang akan mengali dan mengkreasikan musik-musik di Sumatera Selatan, seperti musik batanghari sembilan, dan irama-irama yang terkandung dalam sastra lisan. Berbagai bentuk kegiatan yang dapat dilakukan agar sastra tutur dan musik batang hari sembilan dapat bertahan, pertama, melakukan penelitian dan pengidentifikasian, kedua, pendokumentasian melalui pembuatan film dan pembuatan buku, ketiga, pertunjukan sastra tutur, baik dengan mempertahankan keaslian maupun dengan dengan cara revitalisasi, yakni mengemas pertunjukan sastra tutur menjadi menarik atau enak ditonton, tetapi dengan tetap mempertahankan keasliannya. ( Ali Goik )